Kamis, 22 Juni 2017

Ilmu Sosial Dasar

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manuia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut ukuran normatif. Disisi lain proses perkembangan dan pendidikan manusia tidak hanya terjadi dan dipengaruhi oleh proses pendidikan yang ada dalam sistem pendidikan formal ( sekolah PAUD, SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi ) saja. Manusia selama hidupnya selalu akan mendapat pengaruh dari keluarga, sekolah, dan masyarakat luas. Ketiga lingkunga itu sering disebut sebagai tripusat pendidikan. Dengan kata lain proses perkembangan pendidikan manusia untuk mencapai hasil yang maksimal tidak hanya tergantung tentang bagaimana sistem pendidikan formal dijalankan. Namun juga tergantung pada lingkungan pendidikan yang berada diluar lingkungan formal.

1.2 Perumusan masalah
1. Apa jenis dari pendidikan?
2. Apa fungsi lingkungan dari pendidiakan ?
1.3 Tujuan dan manfaat
1. Supaya lebih mengetahui ruang lingkup pendidikan
Manfaat
1. Manfaat penulisan makalah ini  agar siswa lebih mengatahui ruang lingkup dari pendidikan.





BAB II
Jenis Pendidikan
Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan.
1. Pendidikan Formal
Pendidikan formal merupakan pendidikan dasar dan menengah yang mengutamakan perluasan pengetahuan yang diperlukan oleh peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Bentuknya:
1.1 Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang  pendidikan sebelum
jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan  rohani agar anak memiliki kesiapan dalam  memasuki pendidikan  lebih lanjut,  yang diselenggarakan pada  jalur  formal,  nonformal,  dan informal.
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar),  kecerdasan  (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.
Ada dua tujuan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini yaitu:
Tujuan utama: untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan pada masa dewasa.
Tujuan penyerta: untuk membantu  menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah.
Rentangan anak usia dini menurut Pasal 28 UU Sisdiknas No.20/2003 ayat 1 adalah 0-6 tahun. Sementara menurut kajian rumpun keilmuan PAUD dan penyelenggaraannya di beberapa negara, PAUD dilaksanakan sejak usia 0-8 tahun.
Ruang Lingkup Pendidikan Anak Usia Dini
Infan (masa bayi) (0-1 tahun)
Toddler (balita) (2-3 tahun)
Preschool/ Kindergarten children (anak TK) (3-6 tahun)
Early Primary School (SD Kelas Awal) (6-8 tahun)
1.2 SD (Sekolah Dasar)
Sekolah dasar (disingkat SD) adalah jenjang paling dasar pada pendidikan formal di Indonesia. Sekolah dasar ditempuh dalam waktu 6 tahun, mulai dari kelas 1 sampai kelas 6. Lulusan sekolah dasar dapat melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama (atau sederajat).
Pelajar sekolah dasar umumnya berusia 7-12 tahun. Di Indonesia, setiap warga negara berusia 7-15 tahun tahun wajib mengikuti pendidikan dasar, yakni sekolah dasar (atau sederajat) 6 tahun dan sekolah menengah pertama (atau sederajat) 3 tahun.
Sekolah dasar diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta. Sejak diberlakukannya otonomi daerah pada tahun 2001, pengelolaan sekolah dasar negeri (SDN) di Indonesia yang sebelumnya berada di bawah Kementerian Pendidikan Nasional, kini menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota. Sedangkan Kementerian Pendidikan Nasional hanya berperan sebagai regulator dalam bidang standar nasional pendidikan. Secara struktural, sekolah dasar negeri merupakan unit pelaksana teknis dinas pendidikan kabupaten / kota.
1.3 SMP (Sekolah Menengah Pertama)
Sekolah Menengah Pertama yang disingkat dengan SMP merupakan jenjang pendidikan dasar pada pendidikan formal di Indonesia setelah lulus sekolah dasar (atau sederajat). Sekolah menengah pertama ditempuh dalam waktu 3 tahun, mulai dari kelas 7 sampai kelas 9. Saat ini Sekolah Menengah Pertama menjadi program Wajar 9 Tahun (SD, SMP).
Lulusan sekolah menengah pertama dapat melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah atas atau sekolah menengah kejuruan (atau sederajat). Pelajar sekolah menengah pertama umumnya berusia 13-15 tahun. Di Indonesia, setiap warga negara berusia 7-15 tahun tahun wajib mengikuti pendidikan dasar, yakni sekolah dasar (atau sederajat) 6 tahun dan sekolah menengah pertama (atau sederajat) 3 tahun.
Sekolah menengah pertama diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta. Sejak diberlakukannya otonomi daerah pada tahun 2001, pengelolaan sekolah menengah pertama negeri di Indonesia yang sebelumnya berada di bawah Kementerian Pendidikan Nasional, kini menjadi tanggung jawab pemerintah daerah kabupaten / kota. Sedangkan Kementerian Pendidikan Nasional hanya berperan sebagai regulator dalam bidang standar nasional pendidikan. Secara struktural, sekolah menengah pertama negeri merupakan unit pelaksana teknis dinas pendidikan kabupaten / kota.
Untuk belajar di SMP/MTs atau yang sederajat, anak-anak usia SMP dapat memilih sekolah yang sesuai dengan pilihan dan kesempatan yang dimiliki, seperti:
SMP Negeri atau SMP Swasta Biasa
SMP Terbuka
MTs Negeri atau MTs Swasta atau sekolah lainnya yang sederajat
Pondok Pesantren Salafiyah yang menyelenggarakan program Wajib Belajar
1.4 Sekolah Menengah Atas (SMA)
Sekolah Menengah Atas dalam pendidikan formal di Indonesia, merupakan jenjang pendidikan menengah setelah menamatkan Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau yang sederajat. Sekolah Menengah Atas diselesaikan dalam kurun waktu 3 tahun, yaitu mulai kelas 10 sampai kelas 12. Pada tahun kedua (di kelas 11), siswa Sekolah Menengah Atas, wajib memilih jurusan yang ada, yaitu Sains, Sosial, atau Bahasa. Pada akhir tahun ketiga (di kelas 12), siswa diwajibkan mengikuti Ujian Nasional yang mempengaruhi kelulusan atau tidaknya siswa. Setelah lulus (tamat)  Sekolah Menengah Atas dapat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Umumnya pelajar  Sekolah Menengah Atas berusia 16-18 tahun.  Sekolah Menengah Atas tidak termasuk program wajib belajar pemerintah seperti SD 6 tahun serta SMP 3 tahun. Mulai tahun 2005, di beberapa daerah di Indonesia, Sekolah Menengah Atas  telah diikutkan sebagai program wajib belajar 12 tahun yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta. Pengelolaan  Sekolah Menengah Atas negeri di Indonesia yang sebelumnya berada di bawah Departemen Pendidikan Nasional, setelah diberlakukannya otonomi daerah pada tahun 2001, kini menjadi tanggung jawab pemerintah daerah kabupaten / kota. Sedangkan Departemen Pendidikan Nasional hanya berperan sebagai regulator dalam bidang standar nasional pendidikan. Secara struktural, Sekolah Menengah Atas negeri merupakan unit pelaksana teknis dinas pendidikan kabupaten/kota.
1.5 Perguruan Tinggi
Dapat berbentuk akademi, institut, politeknik, sekolah tinggi, dan universitas. Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan pendidikan akademik, profesi, dan vokasi dengan program pendidikan diploma (D1, D2, D3, D4), sarjana (S1), magister (S2), doktor (S3), dan spesialis.
Universitas, institut, dan sekolah tinggi yang memiliki program doktor berhak memberikan gelar doktor kehormatan (doktor honoris causa) kepada setiap individu yang layak memperoleh penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar biasa dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, kemasyarakatan, keagamaan, kebudayaan, atau seni. Sebutan guru besar atau profesor hanya dipergunakan selama yang bersangkutan masih aktif bekerja sebagai pendidik di perguruan tinggi.
Pengelolaan dan regulasi perguruan tinggi di Indonesia dilakukan oleh Kementerian Pendidikan Nasional. Rektor Perguruan Tinggi Negeri merupakan pejabat eselon di bawah Menteri Pendidikan Nasional.
Selain itu juga terdapat perguruan tinggi yang dikelola oleh kementerian atau lembaga pemerintah non kementerian yang umumnya merupakan perguruan tinggi kedinasan, misalnya Sekolah Tinggi Akuntansi Negara yang dikelola oleh Kementerian Keuangan.
Selanjutnya, berdasarkan undang-undang yang berlaku, setiap perguruan tinggi di Indonesia harus memiliki Badan Hukum Pendidikan yang berfungsi memberikan pelayanan yang adil dan bermutu kepada peserta didik, berprinsip nirlaba, dan dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan pendidikan nasional.
1.6 Pendidikan Kejuran
Pengertian Pendidikan Kejuruan
Banyak kontroversi tentang pengertian pendidikan kejuruan, semula pendidikan kejuruan didefinisikan sebagai “vocational educational is simply training for skills, training the hands” (Vocational Instructional Service, 1989). Pendidikan kejuruan merupakan latihan sederhana untuk menguasai suatu keterampilan, yaitu keterampilan tangan. Pada abad kesembilan belas dimunculkan konsep baru tentang pendidikan kejuruan, yaitu dengan dimasukkannya pendidikan kejuruan ke dalam pemberdayaan profesional, seperti halnya hukum, profesi keinsinyuran, kedokteran, keperawatan dan profesional lainnya.
Schippers (1994), mengemukakan bahwa pendidikan kejuruan adalah pendidikan non akademis yang berorientasi pada praktek-praktek dalam bidang pertukangan, bisnis, industri, pertanian, transportasi, pelayanan jasa, dan sebagainya. Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No. 20 tahun 2003 pasal 15 menyatakan bahwa pendidikan kejuruan adalah pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu.
Pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang menghubungkan, menjodohkan, melatih manusia agar memiliki kebiasaan bekerja untuk dapat memasuki dan berkembang pada dunia kerja (industri), sehingga dapat dipergunakan untuk memperbaiki kehidupannya. Dapat dikatakan pendidikan kejuruan (SMK) adalah bagian dari sistem pendidikan nasional yang bertujuan mempersiapkan tenaga yang memiliki keterampilan dan pengetahuan sesuai dengan kebutuhan persyaratan lapangan kerja dan mampu mengembangkan potensi dirinya dalam mengadopsi dan beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Dalam proses pendidikan kejuruan perlu ditanamkan pada siswa pentingnya penguasaan pengetahuan dan teknologi, keterampilan bekerja, sikap mandiri, efektif dan efisien dan pentingnya keinginan sukses dalam karirnya sepanjang hayat. Dengan kesungguhan dalam mengikuti pendidikan kejuruan maka para lulusan kelak dapat menjadi manusia yang bermartabat dan mandiri serta menjadi warga negara yang mampu membayar pajak.
Pendidikan SMK merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional yang diselenggarakan sebagai lanjutan dari SMP/MTS :
a. Sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan dalam rangka memenuhi kebutuhan / kesempatan kerja yang sedang dan akan berkembang pada daerah tersebut.
b. Lulusan SMK merupakan tenaga terdidik, terlatih, dan terampil.
c. Mampu mengikuti pendidikan lanjutan dan atau menyesuaikan dengan perubahan teknologi.
d. Berdampak sebagai pendukung pertumbuhan industri (kecil atau besar).
e. Mengurangi angka pengangguran dan kriminalitas.
f. Pertumbuhan ekonomi dan pendapatan negara melalui pajak penghasilan dan pertambahan nilai.
1.7 Pendidikan profesi
Pendidikan profesi merupakan pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk memasuki suatu profesi atau menjadi seorang profesional.
Salah satu yang dikembangkan dalam pendidikan tinggi dalam keprofesian adalah yang disebut program diploma, mulai dari D1 sampai dengan D4 dengan berbagai konsentrasi bidang ilmu keahlian. Konsentrasi pendidikan profesi dimana para mahasiswa lebih diarahkan kepada minat menguasai keahlian tertentu. Dalam bidang keahlian dan keprofesian khususnya Desain Komunikasi Visual terdapat jurusan seperti Desain Grafis untuk D4 dan Desain Multimedia untuk D3 dan Desain Periklanan (D3). Dalam proses belajar mengajar dalam pendidikan keprofesian akan berbeda dengan jalur kesarjanaan (S1) pada setiap bidang studi tersebut.
1.8 Pendidikan vokasi
Pendidikan vokasi merupakan pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu  maksimal dalam jenjang diploma 4 setara dengan program sarjana (strata 1).
Istilah vokasi mungkin diturunkan dari bahasa Inggris, vocation, sama artinya dengan profession. Di AS, vokasi digunakan untuk menyebut pengelompokan sekolah kejuruan seperti di sini. Sistem pendidikan tinggi di Indonesia dipilah untuk akademik dan profesional atau vokasi.
Dari tingkatan S-1 sampai S-3, arahan akademik di perguruan tinggi di negeri ini lebih mapan, meluluskan jenjang sarjana, magister, dan doktor. Program pascasarjana untuk berbagai bidang ilmu telah berkembang lama. Sebaliknya untuk vokasi umumnya masih sama sampai tingkatan D-3 dan amat jarang yang menyelenggarakan program D-4, apalagi program pascaprofesional atau pascavokasi. Padahal, untuk jenjang itu terbuka.
Ketika Prof. Juwono Sudarsono menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pernah dikeluarkan peraturan menteri atau keputusan menteri yang mengatur dua jalur dalam pendidikan tinggi, yakni jalur akademik dan profesi. Pada jalur profesi dicantumkan dalam perundang-undangan, jumlah SKS yang harus ditempuh mahasiswa untuk mencapai jenjang D-1 sampai D-4, bahkan dari D-4 untuk mencapai spesialis satu dan spesialis dua di tingkat pendidikan pasca masing – masing lulusan jenjang D-4 setingkat sarjana, sedangkan spesialis satu dan spesialis dua masing-masing setingkat magister dan doktor.
1.9 Pendidikan Keagamaan
Pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran / kuliah pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.
Pendidikan keagamaan adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama dan /atau menjadi ahli ilmu agama dan mengamalkan ajaran agamanya.
Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan dasar, menengah, dan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan dan pengalaman terhadap ajaran agama dan /atau menjadi ahli ilmu agama.
1.10 Pendidikan khusus
Pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif (bergabung dengan sekolah biasa) atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah (dalam bentuk Sekolah Luar Biasa / SLB).
2. Pendidikan In Formal
2.1 Lingkungan Keluarga
Lingkungan merupakan pengelompokan primer yang terdiri dari sejumlah kecil orang karena hubungan sedarah. Keluarga dapat berbentuk keluarga inti (nucleus family) : ayah, ibu, dan anak), ataupun keluarga yang diperluas (disamping inti, ada orang lain: kakek?nenek, adik/ipak, pembantun, dan lain – lain). Ibu merupakan anggota keluarga yang mula – mula paling berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak, namun pada akhirnya seluruh anggota keluarga ikut berinteraksi dengan anak. Keluarga sering disebut sebagai lingkungan pendidikan yang pertama dan utama karena memang orang tua dalam keluargalah yang terutama memiliki tanggung jawab atas pendidikan anak kandungnya. Faktor – faktor lain dalam keluarga itu ikut pula mempengaruhi tumbuh kembangnya anak, seperti kebudayaan, tingkat kemakmuran, keadaan perumahannya, dan sebagainya. Dengan kata lain, tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh keseluruhan situasi dan kondisi keluarganya.
Fungsi dan peranan keluarga, disamping pemerintah dan masyarakat, dalam Sisdiknas Indonesia tidak terbatas hanya pada pendidikan keluarga saja, akan tetapi keluarga ikut serta bertanggung jawab terhadap pendidikan lainnya. Khususnya untuk pendidikan keluarga, terdapat beberapa ketentuan dalam UU RI No. 2 Tahun 1989 tentang Sisdiknas yang menegaskan fungsi dan peranan keluarga dalam pencapaian tujuan pendidikan yakni membangun manusia Indonesia seutuhnya. Menurut Ki Hajar Dewantoro, suasana kehidupan keluarga merupakan tempat yang sebaik – baiknya untuk melakukan pendidikan orang – seorang (pendidikan individual) maupun pendidikan sosial.keluarga itu tempat pendidikan yang sempurna sifat dasn wujudnya untuk melangsungkan pendidikan kearah pembentukan pribadi yang utuh, tidak saja bagi kanak – kanak tapi juga bagi parah remaja. Peran orang tua dalam keluarga sebagi penuntun, sebagai pengajar, dan sebagai pemberi contoh.
Hubungan antara ibu dan anak, komposisi keluarga juga mempunyai pengaruh terhadap perkembangan, utamanya proses sosialisasi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa banyaknya anggota keluarga dan urutan kelahiran seorang anak mempunyai pengaruh terhadap perhatian. Anak yang pertama lahir akan mendapat perhatian penuh, tetapi setelah kelahiran adiknya maka anak pertama itu harus belajar menerima perhatian orang tua bersama dengan adiknya yang baru lahir. Anak bungsu tentu mempunyai pengalaman lain dibanding dengan anak yang lahir ditengah atau anak sulung. Posisi kelahiran ini akan membedakan proses sosialisasi. Selanjutnya anak tunggal biasanya manja dan selaly menggantungkan diri kepada orang tuanya, sebab sejak masa kecilnya anak tersebut telah dibatasi kebebasannya dengan mensupervisi semua tingkah laku anak yang bersangkutan. Karena sering mendapatkan supervisi maka anak tersebut cenderung disiplin dan tertib dalam menyelesaikan tugas.
Dalam mempengaruhi sosialisasi ada beberapa metode yang dapat dipergunakan oleh orang tua, yaitu :
1. Pembiasaan
Anak dalam percobaan kepribadiannya selalu membutuhkan seorang tokoh identifikasi, biasanya anak menjadikan orang tuanya sebagai tokohnya.
2. Keteladanan
Seorang anak akan melakukan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh orang tuanya, melalui proses peniruan nilai-nilai, sikap keyakinan dan cita-cita dapat tertanam dalam diri seorang anak.

3. Hadiah
Diperlukan untuk membiasakan anak-anak agar selalu melaksanakan kebaikan dan menghindarkan dari kejahatan.
4. Hukuman
Metode ini dapat pula dilaksanakan dalam pendidikan islam, selama tidak ada cara lain untuk memperbaiki kesalahan.
3. Pendidikan Non Formal
3.1 Lingkungan Masyarakat
Fungsi masyarakat sebagai pusat pendidikan sangat tergantung pada taraf perkembangan dari masyarakat itu beserta sumber-sumber belajar yang tersedia di dalamnya.
Terdapat sejumlah lembaga kemasyarakatan atau kelompok sosial yang mempunyai peran dan fungsi edukatif yang besar, antara lain: kelompok  sebaya, organisasi kepemudaan (pemuda, karang taruna, remaja mesjid), organisasi ekonomi, organisasi kesgamaan, media massa dan sebagainya.
Terdapat beberapa fungsi kelompok sebaya terhadap anggotanya (Wayan Ardhana, 1986: Modul 5/19) antara lain:
3.1.1 Mengajar berhubungan dan menyesuaikan diri dengan orang lain
3.1.2 Memperkenalkan kehidupan masyarakat yang lebih luas
3.1.3 Menguatkan sebagian dari nilai-nilai yang berlaku dalam kehidupan masyarakat orang dewasa
3.1.4 Memberikan kepada anggota-anggotanya cara-cara untuk membebaskan diri dari pengaruh kekuasaan otoritas.
3.1.5 Memberikan pengalaman untuk mengadakan hubungan yang didasarkan pada prinsip persamaan hak
3.1.6 Memberikan pengetahuan yang tidak bisa diberikan oleh keluarga secar memuaskan ( pengetahuan mengenai cita rasa berpakaian, musik, jenis tingkah laku tertentu)
3.1.7 Memperluas cakrawala pengalaman anak, sehingga ia menjadi orang yang lebih kompleks
Peranan organisasi keagamaan sangat penting karena berkaitan dengan keyakinan agama. Karena semua organisasi keagamaan mempunyai keinginan untuk melestarikan keyakinan agama anggota-anggotanya.
Salah satu faktor dalam lingkungan masyarakat yang sangat penting peranannya yakni media massa. Media massa mempunyai fungsi informasi, edukasi dan rekreasi.
Perkembangan peserta didik dipengaruhi oleh faktor hereditas, lingkungan, proses perkembangan dan anugerah. Khusus untuk faktor lingkungan, peranan tripusat pendidikan yang paling menentukan baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama. Dikaitkan dengan tiga proses pendidikan (membimbing, mengajar dan melatih). Peranan yang dimainkan tripusat pendidikan  dengan tiga macam kegiatan pendidikan diharapkan dapat mewujudkan jati diri yang mantap, penguasaan pengetahuan, kemahiran keterampilan dan ketakwaan.




























BAB III
FUNGSI LINGKUNGAN PENDIDIKAN
1. Pengertian Pendidikan
Pada hakekatnya dalam memahami pengertian pendidikan terlebih dahulu perlu diketahui dua istilah dalam dunia pendidikan yaitu : pedagogi yang bearti “pendidikan” dan pedagogia yang bearti “ilmu pendidikan” . Istilah ini berasal dari bahasa Yunani “pedagogia (paedos dan agoge) yang berarti “saya membimbing, memimpin anak”. Berdasarkan asal kata tersebut maka pendidikan memiliki pengertian “seorang yang tugasnya membimbing anak didalam pertumbuhannya kepada arah berdiri sendiri serta bertanggung jawab”.
Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan adalah tuntutan didalam hidup tumbuhnya anak – anak, adapun pendidikan adalah menuntut segala kekuatan kodrat yang ada pada anak – anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi – tingginya.
Menurut John Dewey pendidikan sebagai proses pembentukan kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional sesama manusia.

2. Fungsi lingkungan pendidikan
Secara umum fungsi lingkungan pendidikan adalah membantu peserta didik dalam berinteraksi dengan berbagai lingkungan sekitarnya (fisik, sosial dan budaya), utamanya berbagai sumber daya pendidikan yang tersedia agar dapat dicapai tujuan pendidikan yang optimal penataan lingkungan pendidikan itu terutama dimaksudkan agar proses pendidikan dapat berkembang secara efisien dan efektif. Oleh karena itu diperlukan berbagai usaha sadar untuk mengatur dan mengendalikan lingkungan itu sedemikian rupa agar dapat diperoleh peluang pencapaian tujuan secara optimal, dan dalam waktu serta dengan daya / dana yang seminimal mungkin dengan demikian diharapkan mutu sumber daya manusia makin lama semakin meningkat. Hal itu dapat diwujudkan apabila setiap lingkungan pendidikan tersebut dapat melakukan fungsinya sebagaimana semestinya.
Masyarakat dapat berfungsi dengan baik jika setiap individu belajar berbagai hal, baik pola – pola tingkah laku umum maupun peranan yang berbeda – beda. Untuk itu proses pendidikan harus berfungsi untuk mengajarkan tingkah laku umum dan untuk menyeleksi atau mempersiapkan individu untuk peranan – peranan tertentu. Sehubungan dengan fungsi tersebut pendidikan bertugas untuk mengajarkan berbagai macam keterampilan dan keahlian.











BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Proses mencapai tujuan  pendidikan untuk menghasilkan manusia yang unggul baik secara pribadi maupun penguasaan ilmu pengetahuan tidak hanya tergantung tentang bagaiamana sistem pendidikan dijalankan oleh lingkungan pendidikan formal. Namun juga dipengaruhi oleh lingkungan keluarga serta lingkungan masyarakat. Antara lingkungan pendidikan yang satu dan lingkungan yang lain yang disebut sebgaia tripusat. Pendidikan tidak dapat berdiri sendiri, namun ada hubungan saling mempengaruhi diantara lingkungan pendidikan.
2. Saran

Melihat kenyataan bahwa untuk mencapai tujuan pendidikan yang maksimal diperlukan sebuah hubungan timbal balik yang yang erat maka diperlukan sebuah koordinasi antar lingkungan pendidikan. Dalam  menyusun kurikulum hendaknya pemerintah melibatkan lingkungan antara lain lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan masyarakat.






DAFTAR PUSTAKA

Tirtarahardja, Umar. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar