BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan merupakan
faktor utama dalam pembentukan pribadi manuia. Pendidikan sangat
berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut
ukuran normatif. Disisi lain proses perkembangan dan pendidikan manusia
tidak hanya terjadi dan dipengaruhi oleh proses pendidikan yang ada
dalam sistem pendidikan formal ( sekolah PAUD, SD, SMP, SMA dan
Perguruan Tinggi ) saja. Manusia selama hidupnya selalu akan mendapat
pengaruh dari keluarga, sekolah, dan masyarakat luas. Ketiga lingkunga
itu sering disebut sebagai tripusat pendidikan. Dengan kata lain proses
perkembangan pendidikan manusia untuk mencapai hasil yang maksimal tidak
hanya tergantung tentang bagaimana sistem pendidikan formal dijalankan.
Namun juga tergantung pada lingkungan pendidikan yang berada diluar
lingkungan formal.
1.2 Perumusan masalah
1. Apa jenis dari pendidikan?
2. Apa fungsi lingkungan dari pendidiakan ?
1.3 Tujuan dan manfaat
1. Supaya lebih mengetahui ruang lingkup pendidikan
Manfaat
1. Manfaat penulisan makalah ini agar siswa lebih mengatahui ruang lingkup dari pendidikan.
BAB II
Jenis Pendidikan
Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan.
1. Pendidikan Formal
Pendidikan
formal merupakan pendidikan dasar dan menengah yang mengutamakan
perluasan pengetahuan yang diperlukan oleh peserta didik untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Bentuknya:
1.1 Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum
jenjang
pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan
bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan
melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam
memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur
formal, nonformal, dan informal.
Pendidikan anak usia dini
merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang
menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan
perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan
(daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio
emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi,
sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh
anak usia dini.
Ada dua tujuan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini yaitu:
Tujuan
utama: untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang
tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga
memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta
mengarungi kehidupan pada masa dewasa.
Tujuan penyerta: untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah.
Rentangan
anak usia dini menurut Pasal 28 UU Sisdiknas No.20/2003 ayat 1 adalah
0-6 tahun. Sementara menurut kajian rumpun keilmuan PAUD dan
penyelenggaraannya di beberapa negara, PAUD dilaksanakan sejak usia 0-8
tahun.
Ruang Lingkup Pendidikan Anak Usia Dini
Infan (masa bayi) (0-1 tahun)
Toddler (balita) (2-3 tahun)
Preschool/ Kindergarten children (anak TK) (3-6 tahun)
Early Primary School (SD Kelas Awal) (6-8 tahun)
1.2 SD (Sekolah Dasar)
Sekolah
dasar (disingkat SD) adalah jenjang paling dasar pada pendidikan formal
di Indonesia. Sekolah dasar ditempuh dalam waktu 6 tahun, mulai dari
kelas 1 sampai kelas 6. Lulusan sekolah dasar dapat melanjutkan
pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama (atau sederajat).
Pelajar
sekolah dasar umumnya berusia 7-12 tahun. Di Indonesia, setiap warga
negara berusia 7-15 tahun tahun wajib mengikuti pendidikan dasar, yakni
sekolah dasar (atau sederajat) 6 tahun dan sekolah menengah pertama
(atau sederajat) 3 tahun.
Sekolah dasar diselenggarakan oleh
pemerintah maupun swasta. Sejak diberlakukannya otonomi daerah pada
tahun 2001, pengelolaan sekolah dasar negeri (SDN) di Indonesia yang
sebelumnya berada di bawah Kementerian Pendidikan Nasional, kini menjadi
tanggung jawab Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota. Sedangkan
Kementerian Pendidikan Nasional hanya berperan sebagai regulator dalam
bidang standar nasional pendidikan. Secara struktural, sekolah dasar
negeri merupakan unit pelaksana teknis dinas pendidikan kabupaten /
kota.
1.3 SMP (Sekolah Menengah Pertama)
Sekolah Menengah Pertama
yang disingkat dengan SMP merupakan jenjang pendidikan dasar pada
pendidikan formal di Indonesia setelah lulus sekolah dasar (atau
sederajat). Sekolah menengah pertama ditempuh dalam waktu 3 tahun, mulai
dari kelas 7 sampai kelas 9. Saat ini Sekolah Menengah Pertama menjadi
program Wajar 9 Tahun (SD, SMP).
Lulusan sekolah menengah pertama
dapat melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah atas atau sekolah
menengah kejuruan (atau sederajat). Pelajar sekolah menengah pertama
umumnya berusia 13-15 tahun. Di Indonesia, setiap warga negara berusia
7-15 tahun tahun wajib mengikuti pendidikan dasar, yakni sekolah dasar
(atau sederajat) 6 tahun dan sekolah menengah pertama (atau sederajat) 3
tahun.
Sekolah menengah pertama diselenggarakan oleh pemerintah
maupun swasta. Sejak diberlakukannya otonomi daerah pada tahun 2001,
pengelolaan sekolah menengah pertama negeri di Indonesia yang sebelumnya
berada di bawah Kementerian Pendidikan Nasional, kini menjadi tanggung
jawab pemerintah daerah kabupaten / kota. Sedangkan Kementerian
Pendidikan Nasional hanya berperan sebagai regulator dalam bidang
standar nasional pendidikan. Secara struktural, sekolah menengah pertama
negeri merupakan unit pelaksana teknis dinas pendidikan kabupaten /
kota.
Untuk belajar di SMP/MTs atau yang sederajat, anak-anak usia
SMP dapat memilih sekolah yang sesuai dengan pilihan dan kesempatan yang
dimiliki, seperti:
SMP Negeri atau SMP Swasta Biasa
SMP Terbuka
MTs Negeri atau MTs Swasta atau sekolah lainnya yang sederajat
Pondok Pesantren Salafiyah yang menyelenggarakan program Wajib Belajar
1.4 Sekolah Menengah Atas (SMA)
Sekolah
Menengah Atas dalam pendidikan formal di Indonesia, merupakan jenjang
pendidikan menengah setelah menamatkan Sekolah Menengah Pertama (SMP)
atau yang sederajat. Sekolah Menengah Atas diselesaikan dalam kurun
waktu 3 tahun, yaitu mulai kelas 10 sampai kelas 12. Pada tahun kedua
(di kelas 11), siswa Sekolah Menengah Atas, wajib memilih jurusan yang
ada, yaitu Sains, Sosial, atau Bahasa. Pada akhir tahun ketiga (di kelas
12), siswa diwajibkan mengikuti Ujian Nasional yang mempengaruhi
kelulusan atau tidaknya siswa. Setelah lulus (tamat) Sekolah Menengah
Atas dapat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Umumnya pelajar
Sekolah Menengah Atas berusia 16-18 tahun. Sekolah Menengah Atas tidak
termasuk program wajib belajar pemerintah seperti SD 6 tahun serta SMP 3
tahun. Mulai tahun 2005, di beberapa daerah di Indonesia, Sekolah
Menengah Atas telah diikutkan sebagai program wajib belajar 12 tahun
yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta. Pengelolaan Sekolah
Menengah Atas negeri di Indonesia yang sebelumnya berada di bawah
Departemen Pendidikan Nasional, setelah diberlakukannya otonomi daerah
pada tahun 2001, kini menjadi tanggung jawab pemerintah daerah kabupaten
/ kota. Sedangkan Departemen Pendidikan Nasional hanya berperan sebagai
regulator dalam bidang standar nasional pendidikan. Secara struktural,
Sekolah Menengah Atas negeri merupakan unit pelaksana teknis dinas
pendidikan kabupaten/kota.
1.5 Perguruan Tinggi
Dapat berbentuk
akademi, institut, politeknik, sekolah tinggi, dan universitas.
Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan pendidikan akademik, profesi,
dan vokasi dengan program pendidikan diploma (D1, D2, D3, D4), sarjana
(S1), magister (S2), doktor (S3), dan spesialis.
Universitas,
institut, dan sekolah tinggi yang memiliki program doktor berhak
memberikan gelar doktor kehormatan (doktor honoris causa) kepada setiap
individu yang layak memperoleh penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa
yang luar biasa dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi,
kemasyarakatan, keagamaan, kebudayaan, atau seni. Sebutan guru besar
atau profesor hanya dipergunakan selama yang bersangkutan masih aktif
bekerja sebagai pendidik di perguruan tinggi.
Pengelolaan dan
regulasi perguruan tinggi di Indonesia dilakukan oleh Kementerian
Pendidikan Nasional. Rektor Perguruan Tinggi Negeri merupakan pejabat
eselon di bawah Menteri Pendidikan Nasional.
Selain itu juga terdapat
perguruan tinggi yang dikelola oleh kementerian atau lembaga pemerintah
non kementerian yang umumnya merupakan perguruan tinggi kedinasan,
misalnya Sekolah Tinggi Akuntansi Negara yang dikelola oleh Kementerian
Keuangan.
Selanjutnya, berdasarkan undang-undang yang berlaku, setiap
perguruan tinggi di Indonesia harus memiliki Badan Hukum Pendidikan
yang berfungsi memberikan pelayanan yang adil dan bermutu kepada peserta
didik, berprinsip nirlaba, dan dapat mengelola dana secara mandiri
untuk memajukan pendidikan nasional.
1.6 Pendidikan Kejuran
Pengertian Pendidikan Kejuruan
Banyak
kontroversi tentang pengertian pendidikan kejuruan, semula pendidikan
kejuruan didefinisikan sebagai “vocational educational is simply
training for skills, training the hands” (Vocational Instructional
Service, 1989). Pendidikan kejuruan merupakan latihan sederhana untuk
menguasai suatu keterampilan, yaitu keterampilan tangan. Pada abad
kesembilan belas dimunculkan konsep baru tentang pendidikan kejuruan,
yaitu dengan dimasukkannya pendidikan kejuruan ke dalam pemberdayaan
profesional, seperti halnya hukum, profesi keinsinyuran, kedokteran,
keperawatan dan profesional lainnya.
Schippers (1994), mengemukakan
bahwa pendidikan kejuruan adalah pendidikan non akademis yang
berorientasi pada praktek-praktek dalam bidang pertukangan, bisnis,
industri, pertanian, transportasi, pelayanan jasa, dan sebagainya. Dalam
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No. 20 tahun 2003
pasal 15 menyatakan bahwa pendidikan kejuruan adalah pendidikan menengah
yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang
tertentu.
Pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang menghubungkan,
menjodohkan, melatih manusia agar memiliki kebiasaan bekerja untuk dapat
memasuki dan berkembang pada dunia kerja (industri), sehingga dapat
dipergunakan untuk memperbaiki kehidupannya. Dapat dikatakan pendidikan
kejuruan (SMK) adalah bagian dari sistem pendidikan nasional yang
bertujuan mempersiapkan tenaga yang memiliki keterampilan dan
pengetahuan sesuai dengan kebutuhan persyaratan lapangan kerja dan mampu
mengembangkan potensi dirinya dalam mengadopsi dan beradaptasi dengan
perkembangan teknologi. Dalam proses pendidikan kejuruan perlu
ditanamkan pada siswa pentingnya penguasaan pengetahuan dan teknologi,
keterampilan bekerja, sikap mandiri, efektif dan efisien dan pentingnya
keinginan sukses dalam karirnya sepanjang hayat. Dengan kesungguhan
dalam mengikuti pendidikan kejuruan maka para lulusan kelak dapat
menjadi manusia yang bermartabat dan mandiri serta menjadi warga negara
yang mampu membayar pajak.
Pendidikan SMK merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional yang diselenggarakan sebagai lanjutan dari SMP/MTS :
a.
Sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan dalam rangka memenuhi
kebutuhan / kesempatan kerja yang sedang dan akan berkembang pada daerah
tersebut.
b. Lulusan SMK merupakan tenaga terdidik, terlatih, dan terampil.
c. Mampu mengikuti pendidikan lanjutan dan atau menyesuaikan dengan perubahan teknologi.
d. Berdampak sebagai pendukung pertumbuhan industri (kecil atau besar).
e. Mengurangi angka pengangguran dan kriminalitas.
f. Pertumbuhan ekonomi dan pendapatan negara melalui pajak penghasilan dan pertambahan nilai.
1.7 Pendidikan profesi
Pendidikan
profesi merupakan pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik
untuk memasuki suatu profesi atau menjadi seorang profesional.
Salah
satu yang dikembangkan dalam pendidikan tinggi dalam keprofesian adalah
yang disebut program diploma, mulai dari D1 sampai dengan D4 dengan
berbagai konsentrasi bidang ilmu keahlian. Konsentrasi pendidikan
profesi dimana para mahasiswa lebih diarahkan kepada minat menguasai
keahlian tertentu. Dalam bidang keahlian dan keprofesian khususnya
Desain Komunikasi Visual terdapat jurusan seperti Desain Grafis untuk D4
dan Desain Multimedia untuk D3 dan Desain Periklanan (D3). Dalam proses
belajar mengajar dalam pendidikan keprofesian akan berbeda dengan jalur
kesarjanaan (S1) pada setiap bidang studi tersebut.
1.8 Pendidikan vokasi
Pendidikan
vokasi merupakan pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik
untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal
dalam jenjang diploma 4 setara dengan program sarjana (strata 1).
Istilah
vokasi mungkin diturunkan dari bahasa Inggris, vocation, sama artinya
dengan profession. Di AS, vokasi digunakan untuk menyebut pengelompokan
sekolah kejuruan seperti di sini. Sistem pendidikan tinggi di Indonesia
dipilah untuk akademik dan profesional atau vokasi.
Dari tingkatan
S-1 sampai S-3, arahan akademik di perguruan tinggi di negeri ini lebih
mapan, meluluskan jenjang sarjana, magister, dan doktor. Program
pascasarjana untuk berbagai bidang ilmu telah berkembang lama.
Sebaliknya untuk vokasi umumnya masih sama sampai tingkatan D-3 dan amat
jarang yang menyelenggarakan program D-4, apalagi program
pascaprofesional atau pascavokasi. Padahal, untuk jenjang itu terbuka.
Ketika
Prof. Juwono Sudarsono menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pernah
dikeluarkan peraturan menteri atau keputusan menteri yang mengatur dua
jalur dalam pendidikan tinggi, yakni jalur akademik dan profesi. Pada
jalur profesi dicantumkan dalam perundang-undangan, jumlah SKS yang
harus ditempuh mahasiswa untuk mencapai jenjang D-1 sampai D-4, bahkan
dari D-4 untuk mencapai spesialis satu dan spesialis dua di tingkat
pendidikan pasca masing – masing lulusan jenjang D-4 setingkat sarjana,
sedangkan spesialis satu dan spesialis dua masing-masing setingkat
magister dan doktor.
1.9 Pendidikan Keagamaan
Pendidikan agama
adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap,
kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran
agamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran /
kuliah pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.
Pendidikan
keagamaan adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat
menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan tentang ajaran
agama dan /atau menjadi ahli ilmu agama dan mengamalkan ajaran
agamanya.
Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan dasar, menengah,
dan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan
peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan dan pengalaman terhadap
ajaran agama dan /atau menjadi ahli ilmu agama.
1.10 Pendidikan khusus
Pendidikan
khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang
berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang
diselenggarakan secara inklusif (bergabung dengan sekolah biasa) atau
berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan
menengah (dalam bentuk Sekolah Luar Biasa / SLB).
2. Pendidikan In Formal
2.1 Lingkungan Keluarga
Lingkungan
merupakan pengelompokan primer yang terdiri dari sejumlah kecil orang
karena hubungan sedarah. Keluarga dapat berbentuk keluarga inti (nucleus
family) : ayah, ibu, dan anak), ataupun keluarga yang diperluas
(disamping inti, ada orang lain: kakek?nenek, adik/ipak, pembantun, dan
lain – lain). Ibu merupakan anggota keluarga yang mula – mula paling
berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak, namun pada akhirnya seluruh
anggota keluarga ikut berinteraksi dengan anak. Keluarga sering disebut
sebagai lingkungan pendidikan yang pertama dan utama karena memang orang
tua dalam keluargalah yang terutama memiliki tanggung jawab atas
pendidikan anak kandungnya. Faktor – faktor lain dalam keluarga itu ikut
pula mempengaruhi tumbuh kembangnya anak, seperti kebudayaan, tingkat
kemakmuran, keadaan perumahannya, dan sebagainya. Dengan kata lain,
tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh keseluruhan situasi dan kondisi
keluarganya.
Fungsi dan peranan keluarga, disamping pemerintah dan
masyarakat, dalam Sisdiknas Indonesia tidak terbatas hanya pada
pendidikan keluarga saja, akan tetapi keluarga ikut serta bertanggung
jawab terhadap pendidikan lainnya. Khususnya untuk pendidikan keluarga,
terdapat beberapa ketentuan dalam UU RI No. 2 Tahun 1989 tentang
Sisdiknas yang menegaskan fungsi dan peranan keluarga dalam pencapaian
tujuan pendidikan yakni membangun manusia Indonesia seutuhnya. Menurut
Ki Hajar Dewantoro, suasana kehidupan keluarga merupakan tempat yang
sebaik – baiknya untuk melakukan pendidikan orang – seorang (pendidikan
individual) maupun pendidikan sosial.keluarga itu tempat pendidikan yang
sempurna sifat dasn wujudnya untuk melangsungkan pendidikan kearah
pembentukan pribadi yang utuh, tidak saja bagi kanak – kanak tapi juga
bagi parah remaja. Peran orang tua dalam keluarga sebagi penuntun,
sebagai pengajar, dan sebagai pemberi contoh.
Hubungan antara ibu dan
anak, komposisi keluarga juga mempunyai pengaruh terhadap perkembangan,
utamanya proses sosialisasi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
banyaknya anggota keluarga dan urutan kelahiran seorang anak mempunyai
pengaruh terhadap perhatian. Anak yang pertama lahir akan mendapat
perhatian penuh, tetapi setelah kelahiran adiknya maka anak pertama itu
harus belajar menerima perhatian orang tua bersama dengan adiknya yang
baru lahir. Anak bungsu tentu mempunyai pengalaman lain dibanding dengan
anak yang lahir ditengah atau anak sulung. Posisi kelahiran ini akan
membedakan proses sosialisasi. Selanjutnya anak tunggal biasanya manja
dan selaly menggantungkan diri kepada orang tuanya, sebab sejak masa
kecilnya anak tersebut telah dibatasi kebebasannya dengan mensupervisi
semua tingkah laku anak yang bersangkutan. Karena sering mendapatkan
supervisi maka anak tersebut cenderung disiplin dan tertib dalam
menyelesaikan tugas.
Dalam mempengaruhi sosialisasi ada beberapa metode yang dapat dipergunakan oleh orang tua, yaitu :
1. Pembiasaan
Anak
dalam percobaan kepribadiannya selalu membutuhkan seorang tokoh
identifikasi, biasanya anak menjadikan orang tuanya sebagai tokohnya.
2. Keteladanan
Seorang
anak akan melakukan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh orang
tuanya, melalui proses peniruan nilai-nilai, sikap keyakinan dan
cita-cita dapat tertanam dalam diri seorang anak.
3. Hadiah
Diperlukan untuk membiasakan anak-anak agar selalu melaksanakan kebaikan dan menghindarkan dari kejahatan.
4. Hukuman
Metode ini dapat pula dilaksanakan dalam pendidikan islam, selama tidak ada cara lain untuk memperbaiki kesalahan.
3. Pendidikan Non Formal
3.1 Lingkungan Masyarakat
Fungsi
masyarakat sebagai pusat pendidikan sangat tergantung pada taraf
perkembangan dari masyarakat itu beserta sumber-sumber belajar yang
tersedia di dalamnya.
Terdapat sejumlah lembaga kemasyarakatan atau
kelompok sosial yang mempunyai peran dan fungsi edukatif yang besar,
antara lain: kelompok sebaya, organisasi kepemudaan (pemuda, karang
taruna, remaja mesjid), organisasi ekonomi, organisasi kesgamaan, media
massa dan sebagainya.
Terdapat beberapa fungsi kelompok sebaya terhadap anggotanya (Wayan Ardhana, 1986: Modul 5/19) antara lain:
3.1.1 Mengajar berhubungan dan menyesuaikan diri dengan orang lain
3.1.2 Memperkenalkan kehidupan masyarakat yang lebih luas
3.1.3 Menguatkan sebagian dari nilai-nilai yang berlaku dalam kehidupan masyarakat orang dewasa
3.1.4 Memberikan kepada anggota-anggotanya cara-cara untuk membebaskan diri dari pengaruh kekuasaan otoritas.
3.1.5 Memberikan pengalaman untuk mengadakan hubungan yang didasarkan pada prinsip persamaan hak
3.1.6
Memberikan pengetahuan yang tidak bisa diberikan oleh keluarga secar
memuaskan ( pengetahuan mengenai cita rasa berpakaian, musik, jenis
tingkah laku tertentu)
3.1.7 Memperluas cakrawala pengalaman anak, sehingga ia menjadi orang yang lebih kompleks
Peranan
organisasi keagamaan sangat penting karena berkaitan dengan keyakinan
agama. Karena semua organisasi keagamaan mempunyai keinginan untuk
melestarikan keyakinan agama anggota-anggotanya.
Salah satu faktor
dalam lingkungan masyarakat yang sangat penting peranannya yakni media
massa. Media massa mempunyai fungsi informasi, edukasi dan rekreasi.
Perkembangan
peserta didik dipengaruhi oleh faktor hereditas, lingkungan, proses
perkembangan dan anugerah. Khusus untuk faktor lingkungan, peranan
tripusat pendidikan yang paling menentukan baik sendiri-sendiri maupun
bersama-sama. Dikaitkan dengan tiga proses pendidikan (membimbing,
mengajar dan melatih). Peranan yang dimainkan tripusat pendidikan
dengan tiga macam kegiatan pendidikan diharapkan dapat mewujudkan jati
diri yang mantap, penguasaan pengetahuan, kemahiran keterampilan dan
ketakwaan.
BAB III
FUNGSI LINGKUNGAN PENDIDIKAN
1. Pengertian Pendidikan
Pada
hakekatnya dalam memahami pengertian pendidikan terlebih dahulu perlu
diketahui dua istilah dalam dunia pendidikan yaitu : pedagogi yang
bearti “pendidikan” dan pedagogia yang bearti “ilmu pendidikan” .
Istilah ini berasal dari bahasa Yunani “pedagogia (paedos dan agoge)
yang berarti “saya membimbing, memimpin anak”. Berdasarkan asal kata
tersebut maka pendidikan memiliki pengertian “seorang yang tugasnya
membimbing anak didalam pertumbuhannya kepada arah berdiri sendiri serta
bertanggung jawab”.
Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan adalah
tuntutan didalam hidup tumbuhnya anak – anak, adapun pendidikan adalah
menuntut segala kekuatan kodrat yang ada pada anak – anak itu, agar
mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai
keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi – tingginya.
Menurut John Dewey pendidikan sebagai proses pembentukan kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional sesama manusia.
2. Fungsi lingkungan pendidikan
Secara
umum fungsi lingkungan pendidikan adalah membantu peserta didik dalam
berinteraksi dengan berbagai lingkungan sekitarnya (fisik, sosial dan
budaya), utamanya berbagai sumber daya pendidikan yang tersedia agar
dapat dicapai tujuan pendidikan yang optimal penataan lingkungan
pendidikan itu terutama dimaksudkan agar proses pendidikan dapat
berkembang secara efisien dan efektif. Oleh karena itu diperlukan
berbagai usaha sadar untuk mengatur dan mengendalikan lingkungan itu
sedemikian rupa agar dapat diperoleh peluang pencapaian tujuan secara
optimal, dan dalam waktu serta dengan daya / dana yang seminimal mungkin
dengan demikian diharapkan mutu sumber daya manusia makin lama semakin
meningkat. Hal itu dapat diwujudkan apabila setiap lingkungan pendidikan
tersebut dapat melakukan fungsinya sebagaimana semestinya.
Masyarakat
dapat berfungsi dengan baik jika setiap individu belajar berbagai hal,
baik pola – pola tingkah laku umum maupun peranan yang berbeda – beda.
Untuk itu proses pendidikan harus berfungsi untuk mengajarkan tingkah
laku umum dan untuk menyeleksi atau mempersiapkan individu untuk peranan
– peranan tertentu. Sehubungan dengan fungsi tersebut pendidikan
bertugas untuk mengajarkan berbagai macam keterampilan dan keahlian.
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Proses
mencapai tujuan pendidikan untuk menghasilkan manusia yang unggul baik
secara pribadi maupun penguasaan ilmu pengetahuan tidak hanya
tergantung tentang bagaiamana sistem pendidikan dijalankan oleh
lingkungan pendidikan formal. Namun juga dipengaruhi oleh lingkungan
keluarga serta lingkungan masyarakat. Antara lingkungan pendidikan yang
satu dan lingkungan yang lain yang disebut sebgaia tripusat. Pendidikan
tidak dapat berdiri sendiri, namun ada hubungan saling mempengaruhi
diantara lingkungan pendidikan.
2. Saran
Melihat kenyataan
bahwa untuk mencapai tujuan pendidikan yang maksimal diperlukan sebuah
hubungan timbal balik yang yang erat maka diperlukan sebuah koordinasi
antar lingkungan pendidikan. Dalam menyusun kurikulum hendaknya
pemerintah melibatkan lingkungan antara lain lingkungan keluarga,
lingkungan sekolah dan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Tirtarahardja, Umar. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta