Sabtu, 18 Maret 2017

Mengatur Stres



Setiap manusia yang hidup didunia tidak jauh dengan sebutan aktifitas, yang salah satunya ialah bekerja. Pada umumnya, pelaksanaan tugas selalu mengandung permasalahan dan tantangan. Masalah dan tantangan ini seringkali menimbulkan stres yang bisa mengganggu pencapaian tujuan. Dalam batas tertentu, stres membantu kita agar tetap termotivasi (eustres). Tetapi kadang-kadang kita terlalu banyak mendapatkan stres sehingga menurunkan kualitas kinerja kita (distres).

            Untuk hal ini, manusia memang sangat memerlukan banyak waktu, pikiran, bahkan hampir lebih dari dua per tiga waktu manusia dilakukan untuk mengerjakan hal yang disenanginya maupun yang menuntut harus dikerjakan demi dirinya sendiri.

            Semua elemen yang ada dalam diri manusia berada dalam satu sistem yang mengharuskan untuk diatur dan dikendalikan. Bagian penting dalam sistem manusia itu adalah otak. Otak berperan sangat vital sebagai pusat dalam mengendalikan tubuh. Pekerjaan yang dilakukan manusia tak lepas dari pergerakan yang dilakukan oleh tubuhnya sendiri.

               Manusia selalu berusaha agar tubuhnya dapat melakukan seluruh kegiatan yang terekam dalam otaknya. Karena itu kesehatan adalah faktor utama untuk bisa melakukan fungsi otak tersebut. Jika gejala yang membuat otak tidak nyaman dalam mengendalikan sistem tubuh manusia dalam melakukan pekerjaan itu disebut gangguan.
                        Gangguan itu bermacam-macam diantaranya sakit, depresi atau stress. Yang banyak dialami manusia dalam melakukan pekerjaannya adalah cenderung mengarah pada stress. Stress terjadi karena volume otak yang diisi oleh sesuatu yang membuat manusia tidak nyaman. Ketidaknyaman itulah yang menyebabkan stress melanda manusia. Bermula menghinggapi otak lalu menyebar sampai sistem tubuh manusia itu sendiri yang mengakibatkan manusia mengalami kemalasan untuk melakukan sesuatu. Hingga akhirnya manusia mengalami gangguan yang biasa kita dengar yaitu, stress.

1.    Cara mengelola stress

Faktor-faktor yang mempengaruhi coping sebagai upaya untuk mereduksi atau mengatasi stres adalah dukungan sosial ( social suport) dan kepribadian. Kedua faktor tersebut dijelaskan sebagai tersebut :

1.    Dukungan sosial

Dukungan sosial dapat diartikan sebagai “ Pemberian bantuan atau pertolongan terhadap sesorang yang mengalamai stres dari orang lain yang memiliki hubungan dekat ( saudara atau teman )”.

Pengertian lainnya dikemukakan oleh Rietschlin (Shelley E. Taylor, 2003), yaitu sebagai “Pemberian informasi dari orang lain yang dicintai atau mempunyai kepedulian, dan memiliki jaringan komunikasi atau kedekatan hubungan, seperti orang tua, suami / istri, teman, dan orang – orang yang aktif dalam lembaga keagamaan”.



2.    Kepribadian

Tipe atau karakteristik kepribadian seseorang mempunyai pengaruh yang cukup atau usaha dalam mengatasi stress yang dihadapinya.

Optimisme

Optimisme merupakan “suatu kecenderungan umum untuk mengharapkan hasil-hasil yang baik”(weiten/Llyod, 1994 : 90). Sikap optimis memungkinkan seseorang dapat meng”cope” stress secara lebih efektif, dan dapat mereduksi dampaknya, yaitu jatuh sakit.

Humoris

Orang yang senang homor (humoris) cenderung lebih toleran dalam menghadapi situasi stress daripada orang yang tidak senang humor (seperti orang yang bersikap kaku, dingin, pemurung, atau pemarah). Dalam studinya tentang beberapa cara “coping” Mc Crae (1984) menemukan bahwa 40 % sikap humor itu dapat mengurangi stress. Beberapa orang ahli psikologi sudah lama memperkirakan bahwa humor merupakan respons”coping”yang positif. Dalam hal ini, Martin dan lefcourt (1983) menemukan bahwa humor dapat berfungsi untuk mengurangi dampak negatif stres terhadap suasana hati atau perasaan seseorang.

Cara lain dapat dilakukan melalui beberapa metode atau pendekatan, diantaranya sebagai berikut.

1.    Pendekatan Individual

Seorang karyawan dapat memikul tanggung jawab pribadi untuk mengurangi tingkat stresnya. Strategi indovidu yang telah terbukti efektif mencakup pelaksanaan teknik-teknik manajemen waktu, meningkatkan latihan fisik, pelatihan pengenduran (relaksasi), dan perluasan jaringan dukungan social. Jadi suatu pemahaman dan pemanfaatan dari prinsip-prinsip dasar pengelolaan waktu dapat membantu individu untuk mengatasi dengan lebih baik ketegangan yang diciptakan oleh tuntutan pekerjaan. Beberapa prinsip pengelolaan waktu yang lebih dikenal adalah :

a.    Membuat daftar harian dari kegiatan yang mau diselesaikan

b.    Mempriotaskan kegiatan menurut kepentingan dan urgensinya

c.    Menjadwalkan kegiatan menurut peringkat prioritas, dan

d.    Mengetahui siklus harian anda dan menangani bagian yang paling menuntut dari pekerjaan anda selama bagian tinggi dari silklus anda saat mana anda paling waspada dan produktif

Latihan fisik nonkompetitif seperti : aerobic, berjalan, jogging, berenang, dan bersepeda telah lama direkomendasikan oleh para dokter sebagai suatu cara untuk menangani tingkat stress yang berlebihan. Bentuk latihan fisik ini meningkatkan kapasitas jantung, menurunkan laju detak jantung, memberikan suatu pengalihan mental dari tekanan kerja, dan menawarkan suatu cara untuk “melepas energy”.[1]

2.    Relaksasi

Menurut penelitian para ahli, seperti Lehrer dan Woolfolk (1984), relaksasi dapat mengatasi kekalutan emosional dan mereduksi masalah fisiologis (gangguan atau penyakit fisik). Herbert Benson, seorang ahli kardiologi di Sekolah Kesehatan Harvard mengemukakan langkah-langkah relaksasi, yaitu sebagai berikut.

a.    Duduklah dengan tenang dalam posisi yang nyaman

b.    Tutuplah mata anda

c.    Buatlah relaks semua otot-otot anda, mulai dari kaki sampai ke wajah anda

d.    Bernafaslah melalui hidung dan mengeluarkannya melalui mulut. Setelah anda mengeluarkan nafas melalui mulut, katakanlah “satu” dan seterusnya secara berulang-ulang .

e.    Lakukanlah relaksasi itu selama 10 sampai 20 menit.




[1] Stephen P. Robbins. Perilaku Organisasi. Jakarta : PT Indeks Kelompok Gramedia. 2003. Hal. 386.